Monday, January 21, 2013

JANCOK, filosofi dan penggunaannya



J-A-N-C-O-K, apa sebenernya makna 6 huruf yang sering terdengar di telinga anda ini  mungkin? Khususnya yang berada di pulau Jawa bagian timur. Mungkin kata ini sudah tidak asing karena sangking seringnya kata ini keluar masuk di telinga anda. Mulai dari orang dewasa, remaja, di pasar, terminal, bahkan anak - anak pun sudah mengenal dan menggunakan kata ini disetiap percakapannya.              

Sebenernya filosofi dari kata ini berasal dari kebudayaan suku Jawa, yang memiliki bahasa daerahnya sendiri yaitu dalam bahasa Jawa. Sedangkan menurut bahasa Jawa, jancok berasal dari kata njaluk dan diancuk yang berarti minta disetubuhi (uncensored). Memang arti dari karta ini sebenarnya sungguh hina sekali jika diucapkan. Namun kata jancok sudah mendarah daging disetiap para warga suku Jawa, terutama pada para remajanya.

Ada banyak varian kata jancok, semisal jancuk, dancuk, dancok, damput, dampot, diancuk, diamput, diampot, diancok, mbokne ancuk (=motherfucker), jangkrik, jambu, jancik, hancurit, hancik, hancuk, hancok, dll. Kata jangkrik, jambu adalah salah satu contoh bentuk kata yang lebih halus dari kata jancok.

Namun tidak semua kata jancok dalam sehari - hari diartikan sebagai hinaan. Kata jancok itu sendiri sudah seperti kata imbuhan tersendiri dalam setiap ucapan. Jadi ibaratkan makan lalapan tanpa sambal, kurang pas kan jadinya. Kata jancok atau cok selalu ada disetiap kalimat yang mereka ucapan namun orang yang diajak bicara pun tak pernah marah akibat dari terlontarnya kata ini karena mereka sama - sama mengerti bahwa imbuhan cok atau jancok disini sebagai kata pengakraban saja. Misalnya, "Yoopo kabarmu, cuk", "Jancok sik urip ae koen, cuk?". Serta orang yang diajak bicara tersebut seharusnya tidak marah, karena percakapan tersebut diselingi dengan canda tawa penuh keakraban dan berjabat tangan dong. Jadi jika mereka sudah saling karab maka kata ini pasati sudah terbiasa saling mereka ucapkan. Namun jangan sampai kata ini terucap pada orang yang belum sama sekali akrab dengan kita, urusannya sih bisa panjang. Seperti contoh penggunaan kata jancok dikehidupan sehari - hari para remaja

A   : Teko ndi ae kon, cok? (dari mana saja kamu, cok?)
B    : Jasik, iki lo kudanan aku cok ning dalan. (jasik, ini lo aku kehujanan cok dijalan)
A   : Hahaha, teko ndi ae bekne kon cok sampek kudanan? (Hahaha, darimana saja kamu cok kok
        sampek kehujanan?)
B    : biasa lah koyok ndak ero arek enom ae kon cok. (biasalah kaya gak tau anak muda aja kamu cok)

Kata jancok juga bisa menjadi kata penegasan keheranan atau komentar terhadap satu hal. Misalnya "Jancok! Ayune arek wedok iku, cuk!", "Jancuk ayune, rek!", "Jancuk eleke, rek", dll. Kalimat tersebut cocok dipakai bila melihat sesosok wanita cantik yang tiba-tiba melintas dihadapan.

Kata jancok atau biasanya hanya cok ini sudah seperti sapaan akrab. Mereka (para penggunanya, red) sudah terbiasa menyapa semua akrabnya dengan imbuhan ini. Namun yang disapa juga tak pernah merasa tersinggung karena mereka saling mengerti satu sama lain tentang penggunaan kata ini. Namun kata ini juga bisa menjadi sebuah bencana dan menjadi awal mula “pertempuran” jika kata ini digunakan di salah orang.

Dan memang, kata ini sangat enak diucapkan, sampai sampai saya ketagihan mengucapkan kata ini, walaupun arti yang saya tekankan bukanlah arti kotor, tapi hanya sekedar kata pemanggilan saja, dan ternyata di pergaulan sekolah saya kata itu sudah biasa. Jadi jangan sekali - kali menggunakan kata yang ‘sok akrab’ ini kepada orang yang memang kita yakini belum sepenuhnya akrab dengan kita. So, be careful to use it, cok!
                

No comments:

Post a Comment